The Curse [Part 1]

Selasa, Februari 22, 2022 0 Comments A+ a-

The Curse [Part 1] . Gadis itu hendak berlari keluar namun sebelum mencapai pintu, Paman Wahyu menghadangnya. "Kamu mau kemana? Tidak bisakah Kirana mempercayai Paman Wahyu? Diluar situasinya akan sangat berbahaya dan sebentar lagi tempat ini akan terbakar" Paman Wahyu menjelaskan. Kirana berteriak dan memukul tubuh pamannya itu. "Kirana tidak mau! Kirana ingin bersama Ayah! Kalau Ayah mati, Kirana mau ikut Ayah!" Gadis itu menangis sesegukan didekapan Paman Wahyu. 




BAB 1


Kirana melangkah menelurusi koridor yang lembab dan gelap. Di ujung ruangan, Kirana menemukan sesosok tubuh yang tergeletak tak bernyawa. Bau darah tercium, di lantai marmer itu berceceran darah seseorang. 

"Ayah, bangun Ayah! Ayah jangan mati! Ayah!" Kirana mengguncang-guncang tubuh ayahnya namun tak ada sedikit jawaban dari pria yang terbujur kaku itu. Gadis yang baru saja merayakan ulang tahun ke-10 itu pun menangis sampai terisak. 

Krekkkkk...

Pintu ruang utama terbuka, Kirana yang terisak menoleh ke arah pintu. Ternyata Paman Wahyu yang datang dengan wajah pucat. Gadis kecil itu kebingungan melihat paman yang merupakan sahabat baik ayahnya itu datang dengan wajah yang tidak biasanya dia lihat. Kirana tidak tahu harus lari menghampiri Paman Wahyu atau kabur menjauh. Tetapi dia tidak bisa meninggalkan ayahnya yang tergeletak itu.

"Kirana sudah bangun? Kenapa kau menangis?" tanya Paman Wahyu sambil berjalan menghampiri Kirana. Gadis itu ketakutan dan bangkit menjauh, akan tetapi Paman Wahyu terus berusaha mendekat. "Kirana tidak usah takut, Paman tidak akan menyakitimu. Kemarilah, nanti Paman akan jelaskan apa yang terjadi dengan ayahmu dan juga yang lain" ucap Paman Wahyu yang berhasil meraih lengan Kirana. 

Kirana dibawa ke kamar utama yang merupakan tempat ayahnya tidur.  Ruangan itu cukup besar dengan tempat tidur antik serta tirai terjuntai. Namun tempat tidur itu sudah acak-acakan, tidak serapih biasanya. Kirana yang merasakan ada keganjilan di ruangan itu pun langsung menyadari ada hal yang terjadi di rumahnya. 

Gadis itu hendak berlari keluar namun sebelum mencapai pintu, Paman Wahyu menghadangnya. "Kamu mau kemana? Tidak bisakah Kirana mempercayai Paman Wahyu? Diluar situasinya akan sangat berbahaya dan sebentar lagi tempat ini akan terbakar" Paman Wahyu menjelaskan. Kirana berteriak dan memukul tubuh pamannya itu. "Kirana tidak mau! Kirana ingin bersama Ayah! Kalau Ayah mati, Kirana mau ikut Ayah!" Gadis itu menangis sesegukan didekapan Paman Wahyu. 

Tak butuh waktu lama, Paman Wahyu mengangkat tubuh mungil Kirana, membawanya keluar rumah dan memasukkan Kirana ke dalam mobilnya yang terparkir di halaman. Kirana sekali lagi meronta dan menggedor kaca jendela, tangisan serta jeritannya memekakkan telinga. Namun Paman Wahyu tidak menggubris dan meninggalkan Kirana sendirian di dalam mobil. 

Paman Wahyu masuk ke dalam rumah, tak berapa lama, dia membawa sebuah tas lalu masuk ke dalam mobil. Kirana masih menangis dan memohon agar pamannya itu mengijinkan Kirana bersama ayahnya. Namun Paman Wahyu justru membekap mulut Kirana dengan sebuah kain berisi obat bius yang membuat gadis kecil itu pingsan. Dengan tergesa-gesa Paman Wahyu membawa mobilnya menjauh dari rumah itu dan pergi.



20 TAHUN KEMUDIAN


Candra Kusuma yang kharismatik dan memiliki tatapan yang dingin, membuat banyak hati wanita terpana olehnya. Namun Candra tidak pernah memiliki kekasih ataupun perempuan yang special di hidupnya. Candra menganggap kehadiran seorang wanita dalam hidupnya hanya membuatnya repot dan sulit bernapas. Apalagi Candra yang sudah muak akan kehadiran Ibu Tiri yang selalu berganti karena ayahnya yang tidak setia terhadap wanita. 

"Tidakkah kau tertarik dengan wanita? Atau wajah tampanmu itu hanya kau berikan kepada pria yang kaucintai?" ucap Mita sang Ibu Tiri sambil tertawa puas. Candra pun hanya membalas dengan tatapan datar dengan senyum tipis layaknya sedang merendahkan orang lain. Mita kesal ucapannya ditanggapi dingin oleh putra tirinya, namun dia tidak ingin melanjutkan karena suaminya Kuncoro berdeham tanda bahwa mereka harus mengakhiri pembicaraan saat di meja makan.

Candra menyelesaikan suapan terakhirnya lalu pergi meninggalkan ruang makan. Ayahnya hanya mengangguk dan Mita sang ibu tiri tidak menatapnya. Candra tidak peduli, dia hanya ingin ke kamar lamanya sesaat. Mencari sebuah foto lama yang sepertinya masih tersimpan di sebuah lemari kamarnya.

Melangkah dengan penuh kecemasan, akhirnya Candra sampai di kamarnya. Pria itu membuka lemari dan mengambil sebuah kotak besar berisi barang-barang peninggalan ibunya. Setelah Candra membuka kotak itu, dicarinya foto gadis kecil yang pernah digendong ibunya.

Dan benar saja, beberapa saat kemudian Candra menemukan sebuah foto dimana dia dan ibunya sedang berada di taman rumah yang sangat besar. Selain Candra dan ibunya, ada juga foto sepasang suami istri dan putri mereka yang manis dengan rambutnya yang hitam panjang.

"Benar, aku tidak salah mengenalimu. Aku tahu kalau selama ini kamu berada di dekatku. Ada apa denganmu? Peristiwa apa yang membuatmu menjadi seperti sekarang?" ucap Candra dalam hati sambil memasukkan foto itu ke dalam saku jasnya. Lalu Candra pun pergi meninggalkan rumahnya tanpa pamit kepada Ayah serta ibu tirinya.


BAB 2

Plak...

Suara tamparan itu terdengar hampir di seluruh sudut restoran, membuat semua pengunjung menoleh ke arah sumber suara. Ada seorang pria yang sedang berdiri di depan seorang wanita cantik nan anggun. Namun sayangnya si pria menampar sang wanita yang membuat bibir wanita yang merah merona itu mengeluarkan sedikit darah. Sontak beberapa pelayan pun menghampiri untuk merelai pertengkaran tersebut. Akan tetapi si pria justru ingin melayangkan tinjunya ke arah wajah si wanita. Beberapa pelayan pria menghalangi dan mendekap tubuh si pria agar tidak melakukan hal tidak terpuji itu terutama kepada si wanita bergaun merah.

"Jangan menghalangiku! Kalian tidak tahu apa-apa! Aku hanya ingin membunuh wanita sialan ini. Berani-beraninya dia menghancurkan keluargaku! Ka... Kau.. Kau membunuh ayahku! Aku tahu perbuatanmu. Aku tahu pasti karena perbuatanmu, ayahku mati!" teriak si pria sambil berusaha menghajar si wanita.

"Jika sudah tahu, apakah kau mau menyusul ayahmu?" jawab si wanita dengan suara datar dan tatapan yang sangat dingin. Bahkan setetes darah yang mengalir dari pinggir bibirnya tak membuat wanita itu bergeming. Pelayan yang berusaha menghalai si pria saling bertatapan tak percaya, bagaimana si wanita yang cantik dan anggun itu berkata keji tanpa empati sama sekali.

"Hah... jadi sekarang kau mengakui tindakanmu! Wanita sialan tidak tahu diri! Ayahku sudah membesarkanmu! Menarikmu dari tempat mengerikan yang siapapun tidak akan sanggup untuk datang. Ka..Kau Wanita Keji yang tidak tahu berterima kasih. Aku akan membunuhmu. Aku akan mencari dukun sakti agar kau merasakan kematian yang lebih kejam dari apa yang ayahku alami!" teriak pria itu sambil mundur dan mencoba melepaskan pegangan tangan semua pelayan di restoran itu.

"Dan kau! Sebaiknya kau menjauh dari wanita sialan ini. Jangan pernah percaya seorang bernama Lisa! Dia akan membuatmu menderita dan tidak akan pernah hidup tenang. Wanita jalang ini seorang dukun yang melakukan segala macam cara untuk mendapatkan harta. Ingat kata-kataku itu! Hei.. lepaskan tanganku, aku akan pergi!". Si pria itu pergi sambil meludah ke arah sang wanita lalu meninggalkan restoran sambil terus mengeluarkan kata-kata yang kotor.

Lisa Irwin, yang saat itu berdiri tanpa ekspresi akhirnya ditarik untuk duduk kembali di kursinya. Teman pria yang sedang bersamanya pun langsung meminta pelayan untuk membawakan perlengkapan pertolongan pertama untuk bibir Lisa yang masih berdarah itu.

"Maafkan atas kejadian tadi, aku tidak bermaksud mempermalukanmu Teguh. Bisakah kita pergi dari sini sekarang? Aku tidak tahan dengan tatapan mereka" ucap Lisa dengan suara sendu yang membuat Wijaya Teguh pun ikut merasakan kepedihan wanita itu. "Sebentar ya, biarkan aku mengobati dulu lukamu, sepertinya bibirmu terluka cukup parah. Atau kita ke Rumah Sakit saja ya?" Ucap Teguh sambil membasuh kain dengan sedikit alkohol lalu membasuhnya di bibir Lisa. 

Wanita itu baru menyadari rasa perih yang tadi ia tahan di bibirnya itu. Namun kepedihannya itu tidak sebanding dengan apa yang sudah dialami. Kematian pria tua bernama Budiman Haryanto, ayah dari Bagus Eko Haryanto, sang pria yang menampar Lisa, mutlak bukan akibat perbuatannya. Akan tetapi dia tahu siapa dibalik fitnah yang ditujukkan untuknya ini. Lisa tidak bisa berdiam diri, dia harus mengungkap apa yang telah terjadi dengan Budiman Haryanto, orang yang dulu pernah menolongnya.


Bersambung...